”Tamparan” Ismet Amzis

POSKO RI 4 (Ramlan Nurmatias-Irwandi) di Manggis, Kelurahan Manggis Ganting, Kota Bukittinggi, Jumat (11/12) lalu, gempar. Bahkan, aktivitas di posko pasangan calon (paslon) independen pemenang pilkada Bukittinggi itu, nyaris berhenti. Semua seakan terhipnotis menyaksikan kehadiran sosok tak biasa. Dialah Ismet Amzis, mantan wali kota Bukittinggi.
Ya, keberadaan Ismet di posko seterunya itu, jelas bikin kaget . Bukan apa-apa, dua paslon ini jelas-jelas sejak awal sudah terlibat ”perang” urat saraf. Publik kota wisata jelas tahu, bagaimana rivalitas sama-sama rang Kurai itu. Tak jarang, gesekan-gesekan kecil bermuara pada persiteruan melibatkan tim pemenangan keduanya.
Namun, hari itu semuanya mencair dan menyejukkan. Sesejuk hawa Kota Bukititnggi. Politisi Partai Demokrat itu, tak memperlihatkan rasa canggungnya. Malahan, dia langsung menghampiri Ramlan didampingi Irwandi, dan merangkulnya. Sontak saja momen penuh keharuan itu membuat semua orang terpana.
”Jika ada hal-hal yang kurang berkenan selama pesta demokrasi ini, saya menyampaikan permohonan maaf kepada pak Ramlan dan pak Irwandi beserta timnya,” ujar Ismet yang pada waktu itu mengenakan baju kemeja warna putih dan celana dasar panjang. Tak sampai di situ, Ismet mengaku siap memberi dukungan bila Ramlan-Irwandi membutuhkan nantinya.
Melihat ketulusan suami Aisyah itu, Ramlan pun tak tinggal diam. ”Jika ada tim atau relawan Ramlan-Irwandi yang membuat kesalahan, juga tolong dimaafkan termasuk ke calon-calon lainnya, biduak lalu kiambang batauik,” ujar Ramlan.
Ya, begitulah gaya elegan seorang Ismet Amzis. Bisa jadi banyak orang meragukan kepemimpinannya selama ini. Namun, kita tentu tak bisa pula menutup mata terhadap ”lakek tangan” Ismet 10 tahun terakhir di Kota Bukittinggi. Lima tahun mendampingi mantan wali kota Djufri, plus lima tahun pula menahkodai kota wisata itu.
Apa yang sudah dicontohkan Ismet Amzis suka atau tidak suka, seakan menampar muka kita semua. Bagaimana menunjukkan perkataan sesuai dengan kenyataan. Terlebih semua tahu, terkhusus pilkada kali ini, keseluruhan paslon sebelum bertempur mengikrarkan siap kalah dan menang. Namun, hanya segelintir yang benar-benar menunjukkan janjinya dengan perbuatan.
Menang atau kalah dalam sebuah pertarungan, jelas kenyataan tak bisa dihindarkan. Bak bermain sepakbola, namanya babak gugur, pastilah salah satu tim akan kalah. Apakah lewat lewat waktu normal, perpajangan waktu atau malah adu penalti. Jelas ada tangis dan kekecewaan, namun itulah hukum alam. Siapa pun tak ada yang bisa mengubahnya.
Terlebih lagi pilkada, semua ditentukan pemilih. Bagaimana pun caranya mempengaruhi pemilih, namanya hati nurani pastilah bakal bicara. Bila sudah begitu, jelas dibutuhkan kearifan dan kebesaran hati menerima fakta di lapangan. Terlebih lagi, lima tahun lagi masih ada waktu kembali bertarung. Bila tak menang hari ini, bukan tak mungkin lima tahun lagi nasib berpihak kepada kita. (rommi delfiano)
pandeka2005@yahoo.com

Tinggalkan komentar